Pengalengan Ikan Tuna

2.1 Pengalengan Ikan
Pengalengan, yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah (kaleng) dan kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen dan pembusuk. Sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai. Namun, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama empat menit pada suhu 120oC atau 10 menit pada suhu 115oC sudah cukup untuk membunuh semua strain c. Botulinum (a-c). Karena sifatnya yang tahan panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan.
Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di indonesia, dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak atau minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng.

caning factory : sumber

2.2 Ikan Tuna
Ikan tuna merupakan ikan pelagis yang bergerak cepat dan senantiasa membentuk schooling (gerombolan). Badannya besar gemuk dan kuat dengan sumber kekuatannya pada pertemuan ekor dan badan, dan tuna ekor kuning dianggap sebagai proyek hasil laut yang terbaik dari semua jenis tuna.
Secara morfologi tubuh ikan tuna, yaitu: bagian atas punggung berwarna hitam kebiruan mengkilat, dan bagian bawah berwarna putih perak, sirip punggung pertama sedikit keabuan dengan warna kuning terpendam, pinggiran atas warna kegelapan, sirip punggung kedua dan dubur berwarna gelap kekuningan, batas belakang sirip ekor berwarna keputihan. Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Protein yang dikandung antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Sedangkan lemaknya antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging.
Ikan tuna memiliki dua jenis daging yakni daging putih dan daging merah. Bahan baku ikan tuna kalengan berasal dari jenis daging putih. Jenis ikan yang banyak digunakan di Indonesia dalam industri pengolahan adalah skipjack (Katsuwonuspelamis), dan yellowfin (Neothunnus macroptenus).

2.3 Keuntungan dan Kelemahan Pengalengan
2.3.1 Keuntungan Pengalengan Ikan sebagai wadah bahan pangan:
  • Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
  • Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
  • Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
  • Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.

2.3.2 Kelemahan Pengalengan Ikan :
  • Karena diolah dengan suhu tinggi, produk pengalengan aseptik umumnya kehilangan cita rasa segarnya.
  • Pemanasan suhu tinggi juga menurunkan nilai gizi produk. Khususnya komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak jenuh. Fortifikasi (penambahan) vitamin dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan selama proses.
  • Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya. Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Satu lagi yang tidak menguntungkan ialah timbulnya rasa “taint” kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng tidak sempurna.

2.4 Tahapan Proses Pengalengan Ikan Rajungan
Proses pengalengan ikan tuna berdasarkan SNI 01-2712.2-1992, adalah sebagai berikut:
1) Penerimaan bahan baku
Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak. Untuk bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air mengalir dengan suhu maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku, apabila menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es yang bersuhu -25oC. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada suhu chilling (0oC)
2) Persiapan
Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku maka dilakukan pelelehan (thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 10o – 15oC. Untuk ikan dalam keadaan utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip dan pembuangan isi perut. Sedangkan ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan bagian badan menjadi ukuran yang sesuai dengan alat precooking dan selanjutnya ditempatkan dalam rak pre-cooking.
3) Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)
Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat pemasak menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar 1–4 jam (mampu mereduksi 17,5% kadar air dari daging ikan) dengan suhu pemasakan 100oC - 105oC.
4) Penurunan suhu
Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30oC) dalam waktu maksimum 6 jam.
5) Pembersihan daging
Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah.
6) Pemotongan
Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah, dipotongpotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada tahap pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam kaleng.
7) Pengisian
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard, grated).
a) Solid : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan.
b) Standard : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.
c) Chunk : serpihan daging putih ± satu kali makan, sepihan flakemaks 40 %.
d) Flake : potongan daging kecil < chunk e) Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta). 8) Penambahan medium Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium antara 70 – 80oC. Pengisian media hingga batas head spaceatau antara 6 – 10 % dari tinggi kaleng. 9) Penutupan kaleng Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seamingdan dilakukan pemeriksaan secara periodik. 10) Sterilisasi Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120oC. Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara periodik.
11) Penurunan suhu dan pencucian
Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air yang mengandung residu klor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke tempat yang terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan pengeringan.
12) Pemeraman
Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruang dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.


Download Selengkapnya di sini

Comments
0 Comments

0 komentar: