Pada praktikum
pembuatan tahu ini, dihasilkan data pengamatan yang berbeda-beda dikarenakan
perlakuan yang diberikan berbeda-beda di setiap masing-masing kelompok.
Koagulan yang dipakai pada setiap masing-masing kelompok pun berbeda beda.
Kelompok 1 menggunakan koagulan 700 ml cuka 3%, kelompok dua menggunakan batu
tahu (CaSO4) dan manyon, kelompok 3 menggunakan manyon, kelompok 4 mengunakan
CaCl2, dan kelompok 5 menggunakan Batu Tahu (CaSO4) dan 4% cuka. Sesuai dengan
pendapat Obatolu (2007), bahwa hasil produk akhir roti dipengaruhi oleh
beberapa faktor, berikut : mutu dan varietas kedelai, jumlah pengadukan,
koagulan yang digunakan, dan besar dan lama penekanan curd.
Varietas yang
berbeda akan membuat hasil akhir tahu menjadi berbeda, karena kandungan protein,
kandungan zat, serta berat pada kedelai yang berbeda pada setiap varietasnya.
Untuk pengadukan, semakin kasar pengadukan tahu yang dihasilkan akan semakin
berpori pada bagian dalamnya. Karena pengadukan yang kasar, akan membuat
buih-buih pada permukaan susu kedelai semakin banyak, yang akan membuat tekstur
tahu menjadi berlubang. Sedangkan untuk koagulasi, Poysa & Woodrow (2004)
menyatakan bahwa koagulan yang berbeda akan memberikan tekstur serta flavor
yang berbeda pula. Terakhir yaitu besar dan lama penekanan curd, semakin lama
proses penekanan dan semakin berat beban yang digunakan akan membuat tahu
menjadi tipis, padat, dan kandungan airnya pun terlalu menjadi sedikit, begitu
pun sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel, didapatkan perbedaan yang sangat
berbeda pada tiap masing-masing kelompoknya dimulai dari warna, aroma, tekstur,
kenampakan, dan rasa.
Pada kolom data yang pertama adalah “warna”, didapatkan warna putih pada
seluruh kelompok, namun warna putih yang dihasilkan berbeda-beda ada yang
menghasilkan warna putih susu, warna putih saja, maupun sangat putih. Hal ini
dapat disebabkan pada tahapan penggilingan yang ikut memasukan kulit kedelai
untuk dijadikan bubur kedelai, sehingga warna putih yang dihasilkan akan
berkurang. Oleh karena diadakan proses perendaman, yang bertujuan untuk lebih
melunakan kedelai sehingga kulitnya lebih mudah terkelupas. Selain itu, untuk
mempermudah proses penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental,
dan mengurangi jumlah zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai. Zat
antigizi yang ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna protein pada
produk tahu sehingga perlu diturunkan kadarnya.
Data pada kolom
kedua adalah “aroma”. Hampir seluruh kelompok menghasilkan aroma khas tahu, namun
kelompok 1 dan 5 tercium sedikit aroma asam. Hal ini dsebabkan dari koagulan
yang dipakai pada kelompok tersebut yaitu asam asetat (cuka), yang menghasilkan
sedikit aroma asam pada tahu.
Kolom ketiga, yaitu
data pada “tekstur”. Tekstur yang didapatkan dari tiap-tiap kelompok yaitu,
lunak tidaknya tekstur tahu. Lunak maupun kerasnya tahu, dipengaruhi oleh
koagulan, proses koagulasi dan juga saat pengepressan. Proses koagulasi
(penggumpalan) merupakan titik kritis dari pembuatan tahu ini. Koagulasi adalah
perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi
protein dilakukan dengan bantuan koagulan penggumpal protein susu. Fungsi
koagulan adalah mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi
pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan koagulan
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah
(filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya koagulasi
protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein dan koagulan yang
ditambahkan. Pada kelompok 1 didapatkan hasil tekstur yang lebih keras dan
lebih padat dari pada kelompok lain. Hal ini dapat disebabkan karena molekul
proteinnya sangat dekat akibat hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi.
Sehingga dapat diasosiasikan bahwa rendahnya kemampuan menahan air (Water
Holding Capacity) akan menyebabkan tahu memiliki kekerasan yang tinggi,
sehingga tahu memiliki tekstur yang padat dan penampakan yang kasar. Dapat
dikatakan bahwa koagulan cuka memiliki daya serap air yang rendah. Menurut Cai
et al., (1997), tahu dengan kandungan air yang tinggi akan memberikan
penampakan yang lembut, sebaliknya, tahu dengan kandungan air rendah akan
memberikan penampakan tekstur kasar. Tahu yang lunak memiliki kadar air yang
tinggi, yaitu antara 84 hingga 90%. Lunaknya tahu yang dihasilkan juga dapat
disebabkan oleh tidak sempurnanya pengendapan protein kedelai yang terjadi yang
mengakibatkan renggangnya jaringan (matriks) yang terbentuk. Tahu dengan
kandungan air yang tinggi, secara visual akan memberikan penampakan yang lembut
sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan
yang kasar. Pada kelompok 2 dihasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok lain, karena koagulan yang dipakai adala batu tahu (CaSO4).
Menurut Shurtleff dan Aoyogi (1984), garam sulfat (Batu tahu) memiliki
kelarutan yang sangat rendah di dalam air. Sehingga, koagulan ini akan
terdispersi perlahan di dalam sari kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi
yang lambat. Lalu Obatolu (2007) menyatakan bahwa, semakin lambat waktu
koagulasi dari koagulan, semakin baik rendemen tahu yang akan diperoleh. Oleh
karena itu, pada praktikum pembuatan tahu ini, kelompok yang menggunakan batu
tahu menggunakan bantuan dari koagulan
lain. Karena batu tahu memiliki waktu yang lama untuk digumpalkan, lamanya
waktu menggumpal akan menyebabkan penurunan suhu pada susu kedelai, sehingga
proses penggumpalan tidak berjalan dengan optimal. Maka ditambahkan lah
koagulan lain untuk membantu penggumpalan dari batu tahu, yaitu manyon
(kelompok 2) maupun cuka (kelompok 5). Pada kelompok 5 didapatkan tekstur yang
lebih kering dibanding kelompok 2, karena menggunakan cuka yang memiliki daya
serap air yang rendah. Sehingga kelompok 5 mendapatkan rendemen yang lumayan
banyak, dengan tekstur yang sedikit keras.
Kolom ke-4 yaitu
data perbedaan kenampakan. Dihasilkan data yaitu mulus tidaknya permukaan,
lubang pada permukaan dan ketebalan tahu. Tidak mulusnya permukaan tahu,
disebabkan dari tidak pasnya penyetakan tahu kedalam mesin cetak, sehingga
permukan tau menjadi lebih bergelombang. Sedangkan lubang-lubang yang terbentuk
di permukaan tahu, disebabkan oleh tidak dihilangkannya buih-buih yang timbul
saat pencampuran koagulan sebelumnya. Sedangkan ketebalannya bergantung pada
koagulan yang dipakai, waktu dan jumlah beban yang dipakai saaat pengepressan.
proses pengepresan ini tidak ditentukan secara tepat. Untuk kelompok 1, hanya
dibutuhkan waktu pengepressan yang singkat, karena saat proses pencetakan tahu telah
terbentuk, jika dilakukan pengepressan yang lebih lama makan tahu yag
dihasilkan akan hancur. Dihasilkan juga ketebalan yang tipis, karena rendemen
yang dihasilkan oleh cuka hanya sedikit, karena rendahnya koagulan untuk
menangkap air. Sedangkan pada kelompok 2 didapatkan ketebalan yang tinggi,
karena rendemen yang dihasilkan pun banyak. Dan kurangnya waktu pengepressan,
sehingga tahu yang dihasilkan lebih berair dan mudah hancur di banding kelompok
lainnya, karena belum optimal dan kurangnya waktu untuk pengepressan.
Kolom terkakhir
yaitu rasa. Pada koagulan cuka dihasilkan rasa sedikit asam, yang dihasilkan
dari cuka tersebut (asam asetat) sedangkan pada cacl2 sihasilkan rasa yang
pahit, yang dihasilkan dari senyawa Ca tersebut.